#30HBC2026: Budi, Kaleng Khong Guan, dan Ani

Budi membacakan anaknya sebuah resep membuat rempeyek. "Resep ini turun-temurun dari buyutmu, nak. Percayalah, rasanya nanti akan berbeda dengan rempeyek yang dijual di pasar," jelas Budi, membujuk anaknya untuk mengikuti resep itu. "Baiklah, Yah. Kalau bukan untuk Mbak Ani, aku males ngikutin resep ini. Ribet tau," jawabnya sambil mengambil resep rempeyek dari buyutnya itu.
sumber: tiasagstn.blogspot.com
Beberapa jam kemudian, rempeyek buatan anaknya telah jadi. Sebagian ada yang gosong, tetapi kalau dari segi rasa memang berbeda dari rempeyek biasanya. Kemudian, rempeyek itu dimasukkan ke dalam kaleng Khong Guan. "Nah, rempeyek ini sudah siap untuk kita bawa besok. Terima kasih ya, nak," ucap Budi seraya mencium kening anaknya.
--------------------
Keesokan harinya, Budi bersama anaknya berangkat ke Korea untuk mengunjungi Ani. Di Korea, Ani tengah mengambil studi lanjutan di bidang Magister Administrasi Bisnis. Hari ini tepat satu tahun Ani menimba ilmu di Negeri Ginseng itu. Padahal dulu, keinginan Ani untuk bersekolah kembali di Korea sangat ditentang oleh Budi. Alasannya kenapa harus memilih negara yang cukup jauh dengan bahasa yang cukup asing di telinganya. Namun, lambat laun, kerasnya hati Budi luntur kala mendiang istrinya membujuk rayu agar terus mendukung setiap keinginan putri pertamanya tersebut.

"Ani, ayah sama adik sudah di bandara. Penerbangan kami pukul 10.00 waktu Indonesia. Nanti jangan lupa jemput kami di bandara, ya," sebuah pesan singkat untuk Ani dikirim oleh Budi melalui aplikasi chatting.

Tak beberapa lama kemudian, pesawat yang membawa Budi dan anaknya lepas landas.
--------------------
Ting!

Ponsel di tangan Ani berbunyi, tanda pesan singkat masuk. Pesan dari ayahnya. Sejenak ia memproses isi pesan ayahnya dan kemudian ia berteriak, "Astaga! Aku lupa!"

Buru-buru ia bangun dari tempat tidurnya, lalu mandi secepatnya. "Kalau memang penerbangan ayah tidak kena delay, harusnya sudah sampai dari dua jam yang lalu nih," gumam Ani dalam hati. Tidak lama kemudian, ponsel Ani kembali berbunyi.

"Ani, kamu di mana? Ayah dan adik sudah menunggu di bandara sejak dua jam yang lalu. Kami harus ke mana kah? Apa kamu bisa menjemput kami?"

Buru-buru Ani mengenakan jaketnya dan berlari menuju halte bus dekat tempat tinggalnya. Sesampainya di halte, Ani baru ingat bahwa saldo kartu busnya tidak cukup untuk membawanya sampai bandara. Butuh waktu lagi untuk dia mengisinya. Akhirnya dengan berat hati, Ani pun mengirimkan pesan singkat ke Budi.

"Ayah, maafin Ani. Tadi Ani ketiduran. Sepertinya ayah sama adik naik taksi aja, ya. Nanti aku shareloc tempatnya. Ayah cukup nunjukkin alamatnya ke supir taksinya. Maaf ya, yah. Soalnya kartu bus Ani juga belum top up."

Comments

Popular Posts