Kisah Peri Hujan

Ah, hari ini hujan lagi. Hampir setiap hari hujan membasahi jalanan depan rumahku. Tapi tak ap. Aku justru senang. Pasti Peri Hujan telah kembali sehat sehingga ia dapat menari-nari sepanjang hari.

Tunggu! Pasti kalian belum tahu cerita Peri Hujan itu ya? Ah! Tentu saja kalian belum tahu. Aku 'kan belum pernah menceritakannya ke kalian. Baiklah, kali ini aku akan bercerita tentang Peri Hujan itu.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Alkisah, di langit nan jauh di sana, berdirilah sebuah "Kerajaan di Balik Awan". Yap! Seperti namanya, kerajaan tersebut berada di balik awan-awan yang menggantung di langit. Kerajaan tersebut dipimpin Dewa Awan sendiri yang selalu menaungi bumi dengan berbagai bentuk awan yang ia ciptakan. Awan stratus, commulus, commulus nimbus, cirrus, dan undulatus asperatus, yang dulu sempat menghebohkan warga bumi. Dewa Awan didampingi oleh Ratu Petir yang menciptakan kilat cahaya serta bunyi gemuruh yang dapat membuat jantung berdetak kencang. Mereka memiliki 6 orang anak, si kembar Putri Bulan dan Putri Bintang, Putri Pelangi, Pangeran Matahari, Pangeran Angin, dan Peri Hujan.

Suatu ketika, musim hujan menyapa belahan bumi bagian selatan. Peri Hujan sangat senang, karena ia dapat bebas menari-nari sepanjang hari. Tak peduli warga bumi berkata apa. Toh memang sudah waktunya ia beraksi 'kan?




"Lihat! Betapa indah tariannya di atas awan," seru Dewan Awan kepada Ratu Petir.

"Ya. Ia sangat menanti-nantikan bulan ini. Sepanjang bulan lalu ia selalu bertanya kepadaku, kapan ia boleh menggantikan kakaknya, Pangeran Matahari, yang beratraksi dengan bola-bola apinya," ucap Ratu Petir sambil tersenyum memandang Peri Hujan yang masih mengayunkan badannya ke sana ke mari.

Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Seminggu kemudian, ketika sedang menari, Peri Hujan jatuh. Kakinya terkilir. Ia meringis kesakitan. Saat itu juga, seluruh warga kerajaan membawa Peri Hujan ke kamarnya.

"Kamu tidak apa, Nak?" tanya Ratu Petir, khawatir.

"Hanya terkilir, Bu. Biarkan aku menari lagi. Warga bumi pasti bingung karena hujan berhenti tiba-tiba," pinta Peri Hujan kepada Ratu Petir.

Melihat Peri Hujan yang memohon demikian, Dewa Awan sempat iba. Namun ia berkata,"Tidak, Nak! Biarkan kakakmu, Pangeran Matahari, yang menggantikan posisimu sementara. Setidaknya sampai Ibu Peri datang dan melihat kondisimu," sahut Dewa Awan. Mendengar Ayahnya telah berkata demikian, Peri Hujan pun menurut. Ia hanya dapat berharap Ibu Peri segera datang dan mengatakan bahwa kondisi kakinya baik-baik saja dan ia dapat menari lagi.

Dua minggu kemudian, Ibu Peri datang dan menghampiri Peri Hujan. Sebelumnya, ia mengucapkan maaf karena baru sempat datang sekarang. Terlalu banyak peri, di belahan bumi bagian utara, yang sakit. Lalu, ia memeriksa keadaan kaki Peri Hujan. Setelah memeriksa keadaan kakinya, ia menghela napas panjang. Seketika, perasaan Peri Hujan tidak tenang.

"Maaf, Nak," ujar Ibu Peri. Ia diam sejenak, menundukkan kepala, mengangkatnya lagi, kemudian berkata dengan sangat pelan,"Kakimu rusak parah. Tidak ada ramuan yang dapat menyembuhkan kakimu itu. Hmm...sebenarnya ada satu cara menyembuhkannya," kalimat itu menggantung. Peri Hujan masih menunggu Ibu Peri menyelesaikan kalimatnya.

"Hah, sudahlah, Nak. Itu tidak mungkin terjadi," lanjutnya, pasrah.

"Apa itu, Ibu Peri? Katakan saja. Siapa tahu Ayah, Ibu, atau Saudara-saudaraku dapat melakukannya," pinta Peri Hujan sambil terisak.

Karena tidak tega, Ibu Peri pun memberi tahunya. "Tangis bahagia, Nak. Yang kamu butuhkan saat ini adalah tangis bahagia dari warga di bumi belahan selatan. Namun, mengingat sudah dua minggu kamu tidak menari, Ibu Peri ragu mereka dapat menangis bahagia. Yang kamu butuhkan sekarang hanya sebuah keajaiban, Nak. Semoga Dewi Fortuna mau mendengarkan doamu," ucap Ibu Peri sambil memeluknya, memberi semangat.

Setelah kepulangan Ibu Peri, Peri Hujan tidak dapat berkata-kata. Rasanya ia hanya ingin menangis, menangis, dan menangis sepanjang hari. Apa yang Ibu Peri katakan benar. Tidak mungkin di tengah kekeringan yang terjadi, warga di bumi belahan selatan menitikkan air mata bahagia. Pasti yang ada hanya tangis sedih karena panen yang gagal, pikir Peri Hujan.

Melihat kesedihan Peri Hujan, kelima saudaranya berusaha untuk mewujudkan tangis bahagia itu. Putri Bulan dan Putri Bintang, misalnya. Putri Bulan memahat patung berbentuk bulat sempurna. Sedangkan Putri Bintang mengumpulkan buah belimbing, yang telah dipotong setengah, dalam berbagai warna dan menggantungnya di bawah awan. Mereka berharap warga bumi belahan selatan akan menitikkan air mata bahagia ketika melihat keindahan yang mereka buat. Tapi ternyata usaha mereka tidak berhasil.

Suatu hari, Pangeran Matahari, yang sedang beratraksi, melihat seorang anak kecil yang sedang menangis di bawah pohon. Ia menangis sambil melihat ke atas pohon. Setelah menajamkan penglihatannya, ia mengetahui bahwa anak itu menangis karena layangannya tersangkut di pohon tersebut. Seketika, Pangeran Matahari punya ide. Ia memanggil adiknya, Pangeran Angin. Dimintanya Pangeran Angin untuk bersiul-siul sekeras mungkin agar layangan tersebut jatuh ke tanah. Tak beberapa lama kemudian, wussssh, layangan itu terbang dan jatuh ke tanah di dekat anak tersebut. Melihat layangannya jatuh, tangis anak itu berhenti dan berganti dengan seulas senyum yang muncul tepat ketika tetes air mata terakhir anak itu jatuh. Semua terjadi begitu cepat, secepat Peri Hujan yang sudah berdiri di belakang mereka. Peri Hujan telah sembuh! Kakinya telah kembali normal! Ia kemudian menghambur ke pelukan kedua kakaknya. Mendengar jerit bahagia Peri Hujan, Dewa Awan, Ratu Petir, Putri Bulan, Putri Bintang, dan Putri Pelangi datang menghampiri. Mereka terlihat sangat senang. Karena hari belum berganti malam, Peri Hujan menari ditemani oleh atraksi bola api kakaknya. Hujan dan panas Matahari? Yap! Tentu ada Putri Pelangi yang mengoleskan cat merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu di langit. Seluruh warga kerajaan kembali bahagia. Begitu pun dengan warga di belahan bumi bagian selatan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Nah, begitulah cerita tentang Peri Hujan. Pasti sekarang ia sedang menari-nari dengan lincah di atas awan :)

Comments

Popular Posts