Santa Clause is Coming to Town

"HOHOHO...SANTA CLAUSE IS COMING TO TOWN!"

Sepenggal kalimat yang berasal dari sebuah lagu tersebut mengingatkan saya akan pengalaman dengan Santa Clause. Seorang lelaki tua berkumis dan berjenggot tebal dan berwarna putih dengan kostum serba merah yang dipakainya. Memang, Santa Clause tidak sepenuhnya nyata. Mungkin hanya sebuah dongeng sebelum tidur masa lampau dan sekarang menjelma menjadi sosok yang selalu hadir di mal-mal pada bulan Desember. Namun, dulu, duluuuuuu sekaliiiii, saya sempat mengakui bahwa Santa Clause yang sesungguhnya benar-benar ada dan dia mampir ke rumah untuk mengantarkan kado.

Waktu itu, saya mungkin masih kelas 3 SD. Pada awal bulan Desember waktu itu, saya diberitahu Mama bahwa Santa Clause berulang tahun pada tanggal 5 Desember. Katanya, dia sangat baik di hari ulang tahunnya. Dia akan memberikan kado yang diinginkan jika sewaktu malamnya kita menyemir sepatu sekolah dengan sangaaaaaattt baik. Karena kepolosan dan keluguan saya waktu itu, maka saya percaya pada omongan Mama tersebut. Ketika 4 Desember malam, ketika saya menyemir sepatu, Mama bertanya begini, "Kamu mau minta apa memang sama Sinterklas?" Yaaa saya jujur saja kalau mau raket nyamuk sama raket lalat (iseng banget ya. Karena emang saya paling sebel sama dua serangga itu). Esoknya, tanggal 5 Desember, saya segera mengecek sepatu hitam yang telah disemir. Ajaib! Memang bukan raket nyamuk dan lalat yang saya dapat. Tapi saya malah mendapat uang Rp 25.000. Lantas saya bertanya kepada Mama, "Ma, kok malah dikasih uang sih?" Lalu Mama menjawab, "Mungkin Sinterklas sedang buru-buru dan tak sempat membelinya. Nanti kita beli saja pakai uang itu." Lantas, pergilah saya dan Mama saat itu juga ke sebuah supermarket. Karena terlalu pagi, maka supermarket itu masih tutup dan saya pun harus menunggu.

Tahun depannya, 2004, saya masih mempercayai hal itu. Sebelum tanggal 5 Desember, saya menceritakan hal ini ke teman saya. Namun, dia tidak percaya. Katanya, "Mungkin itu ulah Mama sama Papa kamu." Memang sih, saat itu aku memberi tahu kado yang kuinginkan. Maka pada tahun ini (2004), saya bertekad tidak akan memberi tahunya. Sewaktu 3 Desember malam, sebelum tidur Mama bertanya, "Tahun ini kamu mau minta apa sama Sinterklas?" Pertanyaan itu hanya saya jawab, "RAHASIA." Keesokan harinya, Mama saya pergi untuk menginap keluar kota. Karena itu, saya sedikit cemas, apakah mungkin Santa Clause itu Mama dan Papa? Kalau iya, pasti tanggal 5 Desember itu saya tidak akan mendapat hadiah. Namun, saya tetap percaya bahwa Santa Clause itu ada. Maka, saya tetap menyemir sepatu hitam pada 4 Desember malam, menaruhnya di ruang tamu dan berdoa menginginkan boneka Santa Clause. Esok paginya, saya bangun sangaaaat pagi, pukul 6. Bukan karena ingin buru-buru melihat hadiahnya, tapi karena saat itu telepon rumah berdering. Telepon dari Mama. Ia bertanya hadiah ada yang saya dapat dari Sinterklas hari ini. Sekilas, saya melihat ke ruang tamu dan tidak melihat ada sesuatu yang baru di sana. Lalu setelah menutup gagang telepon, saya berjalan ke ruang tamu. Dan.....ternyata ada sesuatu yang baru di sana! Kali ini bukan uang lagi, melainkan...BONEKA SANTA CLAUSE! Hebat! Bahkan saya merasa tidak membocorkan keinginan saya kepada Mama atau Papa. Memang itu bukan boneka yang saya inginkan, boneka yang empuk dan bisa dipeluk. Tapi, itu sungguh luar-biasa-hebat. Entahlah, namun semenjak saat itu kepercayaan saya terhadap Santa Clause semakin besar.

Tahun demi tahun, menyemir sepatu pada tanggal 4 Desember sudah menjadi rutinitas saya. Namun setelah kado luar-biasa-hebat tahun 2004 itu, kado setelahnya selalu uang. Mungkin karena saya tidak tahu mau meminta apa. Sampai suatu kali, saya lupa saat itu kelas berapa tapi yang jelas sudah SMP, Mama mengucapkan pengakuannya. Pengakuan yang membuat saya merasa sangaaatttt lugu, polos, dan...kecewa. "Dek, Sinterklas itu Mama." 4 kata yang cukup berarti dalam kehidupan saya. Karena setelah kata-kata itu terucap, saya tidak pernah menyemir sepatu pada 4 Desember. Kecewa sih, karena saya merasa seperti dibohongi oleh Mama sendiri. Namun, semakin lama, saya semakin tahu tujuan Mama. Mengajari anaknya untuk rajin sehingga akan memperoleh hadiah yang setimpal. Entah itu uang, barang, nilai, penghargaan.

Sekian cerita pengalaman saya dengan Santa Clause yang dijanjikan pada tulisan sebelumnya. Pesan yang saya dapat dari pengalaman ini: suatu saat, saya akan mengajarkan teori Ulang Tahun Santa Clause kepada anak saya. *balas dendam* HAHAHA.

Comments

Popular Posts