Ubah Mager Jadi Perilaku Germas untuk Cegah Penyakit Tidak Menular

Gaya hidup sedentari, alias malas gerak

Seiring berkembangnya zaman, manusia semakin dimanjakan oleh kemajuan teknologi. Mau belanja bulanan tinggal buka smartphone, mau pergi ke kantor tinggal pesan ojek online, bahkan mau makan saja tinggal pesan antar lewat aplikasi. Semuanya dapat dilakukan dalam satu genggaman. Memang, kita jadi lebih mudah dan praktis dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Namun, kemudahan tersebut justru membuat kita jadi mager alias malas gerak. Jika Anda pernah menonton film Wall-E, fenomena gaya hidup malas gerak ini ditunjukkan dengan jelas. Film keluaran Disney Pixar tahun 2008 ini menceritakan keadaan bumi di tahun 2110 yang sudah tidak layak huni sehingga manusia harus tinggal dalam kapal ruang angkasa. Manusia dalam film tersebut telah dimanjakan oleh kemajuan teknologi. Setiap hari mereka hanya tiduran dalam sebuah kapsul yang membawanya ke mana saja mereka mau. Segala aktivitas mereka dilakukan di dalam kapsul tersebut. Akibatnya, mereka memiliki berat badan yang berlebih serta otot menjadi kaku sehingga membuat mereka sulit untuk berdiri bahkan berjalan.

sumber: twitter.com
Gaya hidup yang malas gerak seperti dalam film Wall-E itu disebut juga sebagai sedentary lifestyle. Menurut Sedentary Behavior Research Network (SBRN) tahun 2017, gaya hidup sedentari adalah segala aktivitas yang tidak banyak bergerak meliputi duduk, bersandar, atau berbaring. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa lebih dari 24% penduduk Indonesia menjalani perilaku hidup sedentari selama lebih dari enam jam per hari. Gaya hidup tersebut dapat meningkatkan risiko terkena penyakit-penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, dan diabetes mellitus. Dalam jurnal yang dimuat di thelancet.com disebutkan bahwa 71% dari 56,9 juta penduduk di dunia meninggal akibat penyakit tidak menular pada 2016. Mirisnya, sebanyak 38% di antaranya terjadi pada penduduk berusia 30 hingga 70 tahun.

Saat ini, Indonesia tengah mengalami perubahan pola penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kasus kematian dan kesakitan akibat PTM (sehatnegeriku.kemkes.go.id). Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit tidak menular mengalami kenaikan. Prevalensi kanker mengalami kenaikan dari 1,4 persen menjadi 1,8 persen. Sedangkan prevalensi stroke naik dari 7 persen menjadi 10,9 persen. Begitu pula dengan prevalensi diabetes mellitus naik sebanyak 0,5 persen dari 1,5 persen menjadi 2 persen; dan prevalensi hipertensi mengalami kenaikan dari 25,8 persen menjadi 34,1 persen.

Berangkat dari permasalahan tersebut, pemerintah menciptakan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) yang didasari oleh Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2017. Germas yang diprakarsai oleh Presiden RI Joko Widodo merupakan gerakan nasional yang mengedepankan upaya promotif dan preventif, serta melibatkan seluruh komponen bangsa dalam memasyarakatkan paradigma sehat (sehatnegeriku.kemkes.go.id). Ada beberapa hal yang termasuk dalam germas, seperti aktivitas fisik, konsumsi buah dan sayur, tidak merokok, memeriksakan kesehatan secara rutin, membersihkan lingkungan, dan menggunakan jamban. Namun, secara nasional, germas difokuskan pada tiga kegiatan, yaitu melakukan aktivitas fisik, mengonsumsi buah dan sayur, serta memeriksakan kesehatan secara rutin.

Aktivitas fisik 30 menit per hari
Jangan lupa luangkan waktu untuk olahraga ringan setiap hari
Kemajuan teknologi telah membawa dampak positif bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah kemudahan mengakses kebutuhan sehari-hari hanya dalam satu genggaman. Maka, tidak heran jika perilaku malas gerak atau gaya hidup sedentari menjadi pemandangan wajar yang sering kita jumpai setiap hari. Hal ini membuat orang jadi jarang meluangkan waktunya untuk beraktivitas fisik. Bahkan, data WHO menyebutkan bahwa lebih dari 80% populasi remaja dunia tidak cukup aktif secara fisik. Padahal, tubuh manusia harus terus digerakkan agar dapat berfungsi dengan baik dan tidak mudah kaku.

Menurut WHO, aktivitas fisik merupakan setiap gerakan yang dihasilkan oleh otot-otot rangka dan membutuhkan energi, termasuk aktivitas saat melakukan pekerjaan rumah tangga, bepergian, dan saat berekreasi. Kementerian Kesehatan RI menyarankan agar setiap orang melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit sehari. Aktivitas fisik ini bisa dimulai dengan kebiasaan yang sederhana setiap hari, seperti lebih memilih menggunakan tangga daripada lift, menggunakan transportasi umum saat bepergian, serta membiasakan diri untuk melakukan peregangan setiap dua jam sekali saat di kantor. Jika sudah membiasakan diri dengan hal sederhana tersebut setiap hari, maka langkah selanjutnya adalah mulailah menyediakan waktu luang di akhir pekan untuk berolahraga ringan seperti bersepeda, jogging, yoga, dan lain-lain.

Makan makanan bergizi dengan cukup buah dan sayur
Ayo, makan buah dan sayur!
Selain gaya hidup sedentari, masyarakat Indonesia juga dihadapkan oleh permasalahan gizi. Maraknya junk food yang semakin mudah didapatkan melalui aplikasi ojek online membuat orang semakin malas untuk makan makanan bergizi. Menurut survey yang Qraved lakukan kepada 13.890 koresponden, sebanyak 52% orang Jakarta mengonsumsi junk food sebagai alternatif sarapan mereka. Sejumlah 62% koresponden mengaku mengonsumsi junk food karena praktis dan mudah didapatkan, 19% mengaku mengonsumsi junk food karena rasanya enak, sedangkan 18% lainnya mengaku mengonsumsi junk food karena kesibukan kerja mereka. Junk food itu sendiri menurut WHO adalah makanan rendah gizi yang mengandung jumlah lemak, garam, gula, dan kalor yang besar serta rendah nutrisi, vitamin, mineral, dan serat. Makanan cepat saji, gorengan, makanan kaleng, soft drink, permen, asinan, hingga makanan ringan merupakan jenis yang termasuk dalam junk food.

Fenomena tersebut membawa dampak buruk pada pertumbuhan gizi anak di Indonesia. Salah satunya adalah banyak anak yang mengalami stunting, sebuah kondisi gagal tumbuh pada Balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga terlalu pendek untuk usianya. Pada tahun 2010, WHO membatasi masalah stunting sebesar 20%. Namun, berdasarkan Pemantauan Status Gizi 2017 yang tercatat dalam sehatnegeriku.kemkes.go.id, prevalensi Balita stunting di Indonesia dari 34 provinsi hanya ada dua provinsi yang berada di bawah batasan WHO, yaitu Yogyakarta dan Bali. Oleh sebab itu, stunting menjadi perhatian bagi Presiden Joko Widodo dalam Rakerkesnas 2017 lalu.

Banyak faktor yang menyebabkan stunting, seperti faktor ibu yang kurang nutrisi semasa remaja, kehamilan, atau menyusui. Selain itu, kualitas pangan yang buruk seperti rendahnya asupan vitamin dan mineral serta kurangnya sumber protein hewani juga menjadi penyebab stunting. Maka, Kementerian Kesehatan menyarankan dalam Permenkes No. 41 tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang, bahwa dalam satu porsi sajian makanan, sayur-sayuran dan buah-buahan harus memenuhi prosi separuh bagian piring. Sementara separuh bagian piring lainnya diisi dengan karbohidrat dan protein.

Rutin periksa kesehatan
Istilah “sedia payung sebelum hujan” menjadi tepat untuk menggambarkan betapa pentingnya melakukan tindakan preventif atau pencegahan sebelum penyakit datang menyerang tubuh. Selain menerapkan dua perilaku Germas yang telah dijelaskan sebelumnya, penting juga dilakukan pengecekan kesehatan secara berkala. Kementerian Kesehatan menyarankan untuk rutin memeriksakan kesehatan minimal enam bulan sekali sebagai upaya deteksi dini penyakit.

Setidaknya ada tiga hal yang sebaiknya rutin dicek dan dikontrol, yaitu lingkar perut, tekanan darah, dan gula darah. Mengukur lingkar perut secara rutin dapat menghindarkan kita dari lemak perut yang berlebihan. Batas aman lingkar perut pria adalah 90 cm, sedangkan wanita 80 cm. Dengan memiliki lingkar perut di bawah batas aman, maka Anda dapat terbebas dari ancaman obesitas yang dapat memunculkan berbagai PTM lainnya. Memeriksa tekanan darah dapat menjadi salah satu cara untuk mendeteksi dini risiko hipertensi, stroke, dan penyakit jantung. Tekanan darah yang normal jika berada di bawah 140/90 mmHg. Sedangkan pengecekan kadar gula darah dilakukan untuk mendeteksi dini masalah diabetes. Pemeriksaan ini menunjukkan kadar glukosa dalam darah. Kadar gula darah dikatakan normal apabila hasil pemeriksaannya berada di bawah 100.

Kesimpulan
Indonesia tidak dapat menjadi bangsa yang kuat bila sumber daya manusianya tidak sehat (sehatnegeriku.kemkes.go.id). Hal itulah yang mendasari salah satu misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2019-2024, Joko Widodo – Ma’ruf Amin, yaitu peningkatan kualitas manusia Indonesia. Dalam pidato yang disampaikannya pada acara Visi Indonesia, Minggu (14/7/2019) lalu, Jokowi mengungkapkan bahwa pembangunan SDM adalah kunci (fokus) mereka ke depan, dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak-anak sekolah. Semua hal tersebut merupakan kunci emas untuk Indonesia ke depan sehingga harus dijaga betul, jangan sampai ada stunting ataupun kematian ibu (detik.com).

Pada dasarnya, penyakit tidak menular adalah penyakit yang dapat dicegah dengan mengubah pola hidup sehari-hari. Maka dari itu, perilaku Germas perlu dilakukan oleh seluruh masyarakat agar tercipta kualitas hidup dan produktivitas bangsa yang lebih baik lagi. Sebagai generasi penerus bangsa, saya pun berusaha menerapkan perilaku Germas dalam hidup sehari-hari, mulai dari langkah kecil seperti menggunakan transportasi umum untuk bepergian, memilih menggunakan tangga daripada lift, serta ‘memberi warna’ dalam piring saya dengan menambahkan sayur-sayuran dan buah-buahan. 

Melalui tulisan ini, saya mengajak kamu untuk menerapkan tiga perilaku Germas untuk mencegah penyakit tidak menular. Yuk, sama-sama bantu pemerintah untuk menciptakan kualitas SDM dan hidup masyarakat Indonesia dengan menerapkan perilaku Germas serta pola hidup sehat setiap harinya. Salam sehat!


Sumber:

Comments

Post a Comment

Popular Posts