Yayasan Sayap Ibu: Kemegahan di Balik Sebuah Keterbatasan

"Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku." (Mat 25:40)

Waktu itu, saya mendengar homili dari seorang Romo di Gereja saya. Dalam homilinya, ia berkata bahwa alangkah indahnya jika kita dapat berpesta bersama mereka yang tidak pernah merasakannya sebelumnya. Saat itu, saya pun berangan-angan untuk melakukan pesta kecil bersama anak-anak panti asuhan saat saya berulang tahun nanti. Dan angan-angan saya ternyata dapat terwujud lebih cepat dari ulang tahun saya. Ya, beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 21 Desember 2019, saya mengunjungi Yayasan Sayap Ibu bersama sahabat, mama, dan abang saya.

Ide ini tercetus dari dua orang sahabat saya. Dan tanpa berpikir panjang, saya dan dua orang sahabat saya lainnya mengiyakan ide tersebut. Kami memang tidak merancang sebuah acara khusus bagi teman-teman di Yayasan Sayap Ibu ini. Kami hanya mempersiapkan makanan kecil untuk mereka, beberapa dus berisi pakaian bekas layak pakai, serta uang yang tidak terlalu banyak--tanda kasih dari teman-teman, keluarga, dan saudara kami.

Yayasan Sayap Ibu yang kami datangi berlokasi di Jl. Graha Raya Bintaro No. 33B, Pd. Kacang Bar., Kec. Pd. Aren, Kota Tangerang Selatan. Selain di Bintaro, Yayasan Sayap Ibu juga memiliki cabang lainnya di Jl. Barito, Kebayoran Baru. Secara singkat, profil anak-anak yang tinggal di Yayasan Sayap Ibu ini memiliki keterbatasan, mulai dari anak yang mengidap Hydrocephallus, Microcephaly, down syndrome, Celbral Palsy, autisme, dan lainnya.

Bersama Bayu dan Pak Agus
Saat sampai di sana, kami disambut oleh hujan lebat yang membawa kesejukan dan seorang anak laki-laki penuh semangat. Bayu namanya. Secara fisik, Bayu terlihat baik-baik saja. Bahkan tergolong lebih energik dan dapat berinteraksi dengan baik daripada teman-teman lainnya. Namun ternyata, Bayu juga memiliki masalah di sarafnya. Saya lupa sebutannya apa, tapi kalau menurut Pak Agus--salah satu pengajar dan volunteer di Yayasan Sayap Ibu--Bayu sering tersedak saat makan bahkan pernah sampai sesak napas.

Bersama Ucup
Selain Bayu, kami berkesempatan juga bertemu dengan Ucup, seorang anak laki-laki yang kalau tidak salah usianya 24 tahun. Bagi Ucup, kursi roda adalah separuh hidupnya. Ia menjalani aktivitas sehari-hari di atas kursi roda. Meskipun terbatas dalam ruang gerak dan berbicara, Ucup adalah sosok yang inspiratif. Menurut Pak Agus, meskipun Bayu memiliki keterbatasan fisik, ia sangat aktif di media sosial bahkan sudah pernah menjalani ibadah Umroh!

Bersama Nurul
Ada juga anak laki-laki yang sangat senang untuk digendong oleh kami. Satu per satu dipeluknya, berharap kami mau menggendongnya, hehehe. Kami juga berjumpa dengan Deva, seorang gadis kecil yang sangat senang ketika mendengar orang bertepuk tangan. Deva tinggal di lantai 2 bersama anak-anak perempuan lainnya. Saat naik ke lantai 2, kami berjumpa dengan Nurul, seorang gadis ceria yang setiap perkataannya selalu mengundang tawa kami. Dia juga narsis dan pintar bergaya di depan kamera, lho.

Melalui kunjungan singkat ini, saya belajar mengenai makna kehidupan dari ke-37 anak yang tinggal di Yayasan Sayap Ibu. Saya melihat bahwa keterbatasan bagi mereka bukanlah sebuah penghalang untuk meraih cita-cita ataupun beraktivitas sehari-hari. "Mereka ini anak-anak ajaib. Keajaiban sungguh terjadi dalam hidup mereka satu per satu," ucap Pak Agus. Dan saya setuju dengan ucapan itu. Ya, dari keterbatasan ini lah mereka menunjukkan bahwa Tuhan itu ajaib. Ia selalu punya cara untuk mengubah sebuah keterbatasan menjadi sebuah harta berharga bagi mereka.

Sesuai dengan pesan Natal tahun ini, "Hiduplah Sebagai Sahabat Bagi Semua Orang", saya pun mengajak kamu untuk mulai menghilangkan stigma negatif kepada orang-orang yang berkebutuhan khusus atau memiliki keterbelakangan mental. Sebaliknya, saya mengajak kamu untuk belajar makna kehidupan dari mereka. Bagi saya, merekalah pemenang kehidupan yang sesungguhnya. Mereka mampu mengubah keterbatasan menjadi sebuah kemegahan dan kebahagiaan yang mungkin tidak kita miliki.


Sebagai penutup, saya mengutip kalimat dari Nick Vujicic, seorang motivator dunia yang memiliki keterbatasan fisik karena penyakit langka yang dialaminya sejak kecil: "Kehidupan bukanlah tentang memiliki, melainkan tentang menjadi". Ya, mulailah menggali potensi yang ada dalam dirimu. Fokuslah terhadap apa pun yang kamu punya, bukan apa yang orang lain punya.

Selamat Natal untuk semua yang merayakannya!

Comments

Popular Posts