Mantra di Balik Sebuah Nama

Belakangan ini akun media sosial yang mengartikan makna di balik sebuah nama memang sedang hits. Bahkan tidak hanya ada satu atau dua akun saja. Jika saya hitung-hitung, mungkin ada sekitar belasan atau lebih akun media sosial yang mengkhususkan kontennya seputar makna dari sebuah nama.

Pertama kali menemukan salah satu akun seperti itu melalui Instagram Story teman-teman saya. Karena yang me-repost konten mengenai makna sebuah nama itu tidak hanya satu orang, maka saya pun jadi kepo dan bertanya dalam hati, "ini akun apaan sih?" Kekepoan saya berlanjut dengan menjelajah isi konten dari akun tersebut. Lalu, mata saya pun tertuju pada konten dengan nama "Gabby"--nama panggilan saya di kantor dan di gereja--tertulis di dalamnya. Saya penasaran dan akhirnya membaca isinya. Saat membaca kalimat demi kalimat, saya secara tidak sadar mengucapkan "gila kok pas banget ya?" Mungkin terdengar agak GR, tapi ya emang kebanyakan temen yang kenal saya mendeskripsikan diri saya sama seperti penggabaran makna nama di akun itu. Beberapa hari setelah itu, saya juga dikirim sebuah postingan dari akun yang berbeda mengenai makna dari nama "Veronica", nama depan saya. Lagi-lagi beberapa kalimat isinya hampir pas menggambarkan saya.

Melalui fenomena yang lagi kekinian ini, saya ingin sedikit sharing tentang arti nama saya sesungguhnya. Makna yang sebenarnya lebih ke arah doa dari sang pemberi nama kepada saya. Nama "Veronica" diberikan oleh Abang saya yang kedua. Mama pernah cerita, saat mengandung saya, ia pernah bertanya ke Abang saya yang kedua ini, "ingin adik perempuan atau laki-laki?" Kata Mama, dulu Abang menjawab dengan antusias bahwa ia ingin adik perempuan, biar bisa masakin dia. Terus ketika ditanya ingin dikasih nama siapa, dia menjawab "Veronica". Kalo kata pengakuan Mama, dulu Abang memang baru saja mempelajari tokoh Kitab Suci, Santa Veronica, yang membasuh wajah Yesus saat sedang kelelahan memanggul salib. Namun, Abang tidak hanya sekedar menyebut nama yang memang sedang familier di benaknya kala itu. Sebab ia berkata bahwa dengan nama "Veronica" ia berharap kelak adik perempuannya ini bisa berani seperti Santa Veronica, yang mau menerobos banyak orang dan para prajurit hanya untuk membantu melepaskan kelelahan yang tergambar pada wajah Yesus.


Ajaibnya, doa Abang tersebut terkabul. Mungkin belum sepenuhnya, tapi saya merasa hari makin hari saya tumbuh menjadi seorang perempuan yang pemberani. Dulu, sejak TK-SMP saya selalu diantar-jemput ketika pergi sekolah. Pergi main ke rumah teman yang jaraknya tidak terlalu jauh saja, saya harus diantar-jemput oleh supir. Protetiktifnya kedua orang tua saya itu justru membuat saya takut ketika berpergian dengan kendaraan umum. Namun, semenjak supir saya berhenti bekerja saat saya masuk SMA, akhirnya saya pun mulai terbiasa dengan kendaraan umum. Untungnya, SMA saya waktu itu dekat dengan halte Transjakarta dan ada banyak teman yang rumahnya searah dengan saya. Jadi, setiap pergi dan pulang, saya selalu menggunakan Transjakarta. Saya pun menjadi pelanggan setia bus Transjakarta hingga sekarang.

Semenjak saya mengenal bus Transjakarta, saya pun mulai mengenal jalanan di Ibukota. Saya mulai familier dengan nama-nama jalan dan angkutan umum apa saja yang melewati ruas jalan tersebut. Perubahan ini ternyata dirasakan oleh Ibu dari salah satu teman dekat saya. Saat itu saya sedang bermain ke rumahnya dan si Tante bertanya seperti ini, "Naik apa ke sini, Ver?" Saya pun menjawab dengan angkot. Lalu si Tante kaget, katanya, "Wih hebat. Kamu sudah mulai berani ya?"

Mantra dari Abang saya agar tumbuh jadi perempuan yang pemberani tidak hanya berhenti sampai di situ. Memasuki usia remaja dan tumbuh di lingkungan SMA yang isinya perempuan semua, saya merasa jadi lebih berani ketika tampil di depan orang banyak. Saat SD sampai SMP, tiap kali pelajaran Bahasa Indonesia dan mengambil nilai membaca puisi di depan kelas, saya pasti selalu gugup, tangan dingin, kaki gemetar, dsb. Intinya masih canggung ketika berhadapan dengan banyak orang. Namun, kuasa mantra dari Abang saya yang telah merasuki tubuh saya sejak SMA bertahan hingga sekarang. Sekarang saya jadi lebih rileks ketika harus berbicara di depan orang banyak, berani bertanya jika tidak tahu, berani mengungkapkan pendapat atau kritik, dsb.

Saya baru menyadari betapa kuatnya mantra dari sebuah nama itu. Memang betul kata orang, kalo nama itu adalah sebuah doa. Jadi, amat menyedihkan jika kamu mengejek nama temanmu karena aneh atau terkesan gak keren. Ingat, nama itu sebuah mantra dan setiap mantra dibuat untuk tujuan yang baik. Expecto Patronum!

Comments

Popular Posts