Berteman dengan "Bule" lewat ACICIS

Kali ini saya mau berbagi cerita tentang acara pertukaran pelajar yang dilakukan oleh universitas tempat saya menuntut ilmu. Pertukaran pelajar ini berlangsung dari 2 Januari-16 Februari 2015 yang lalu.

Program pertukaran pelajar dengan mahasiswa di seluruh negara bagian Australia ini disebut juga ACICIS, Australian Consortium for 'In-Country' Indonesian Studies. ACICIS ini menjadi pengalaman pertama saya berinteraksi dengan orang asing alias bule. Jujur saja, ketika ada pengumuman di fakultas saya bahwa dicari beberapa orang untuk menjadi LO untuk program tersebut, perasaan saya antara senang dan takut. Senangnya karena saya memang suka berinteraksi dengan bule. Tapi saya juga merasa takut, karena kemampuan active english saya juga tergolong so-so. Namun, karena keinginan saya untuk berinteraksi dengan bule itu lebih kuat, maka saya beranikan diri untuk mendaftar jadi tim LO ACICIS.

Menjadi tim LO ACICIS ini susah-susah gampang. Kenapa? Karena ketika sebagai seorang LO, saya harus mendampingi mahasiswa asing yang saya pegang khususnya ketika ia sedang mencari tempat tinggal selama di Jakarta. Untungnya, mahasiswa asing yang saya pegang hanya satu orang. Setidaknya saya tidak pusing untuk mencarikan dua tempat tinggal karena hanya satu orang yang saya pegang. Mahasiswa itu namanya Mark Sansbury. Dia berasal dari Perth (saya lupa dia dari universitas mana). Ketika saya bertemu dia pertama kali, saya merasa sedikit canggung karena Mark jauh lebih tua dari saya. Topik pembicaraan pun juga jadi kaku. Pembicaraan awal hanya seputar asal-usul dia, menu makan siang apa yang ingin dia makan (karena pas hari pertama itu, saya harus menemani dia mencari makan siang), dan kriteria tempat tinggal apa yang ingin dia cari. Poin terakhir itu saya tanya karena pada akhir minggu pertama Mark harus sudah punya tempat tinggal setelah dia check-out dari hotel tempat dia menginap. Setelah saya tanya soal tempat tinggal itu, ternyata Mark cukup royal untuk masalah tersebut. Dia cukup memberi budget yang besar untuk biaya sewa tempat tinggal selama tiga bulan dia di Jakarta. Jadi, saya tidak terlalu pusing untuk itu.

Saya, Abang saya, Mark dan temannya ketika sedang mencari tempat tinggal


Pada saat mencari tempat tinggal untuk Mark, saya meminta tolong abang saya untuk menemani. Pertama karena saya tidak bisa menyetir (karena akan lebih mudah kalau pakai kendaraan pribadi daripada pakai angkutan umum atau taksi), kedua karena saya butuh orang yang dapat melakukan negosiasi soal ketentuan biaya sewanya (hahaha). Bantuan dari abang saya itu cukup bermanfaat, karena tanpa abang saya, mungkin saya sendirian akan kewalahan. Akhirnya Mark memperoleh tempat tinggal yang dekat dengan tempat dia internship pada minggu ketiga di bulan Januari.

Setelah melewati dua minggu belajar bahasa Indonesia dan pembekalan materi di universitas saya (5 Januari-16 Januari), para mahasiswa asing tersebut akan melanjutkan satu bulan internship di berbagai perusahaan ataupun LSM yang telah dipilihkan. Sebelum itu, tepatnya pada tanggal 17 Januari, beberapa anak dari tim LO pergi ke Kota Tua bersama para mahasiswa asing. Di sana, mereka mengikuti sesi pembekalan materi sekaligus dinner bersama sebelum melakukan internship.

ACICIS menjadi pengalaman saya di awal tahun ini dan menjadi pengalaman terkesan dalam hidup saya. Karena program ini, saya mempunyai beberapa teman dari negara lain. Tidak hanya Mark, ada beberapa mahasiswa asing yang masih berkomunikasi dengan saya hingga saat ini. Melalui kepanitiaan saya di acara bertaraf internasional ini, saya juga mendapatkan pelajaran dan pengalaman dalam hal komunikasi antar budaya (yang juga saya dapatkan dalam salah satu mata kuliah di kampus). Tentunya, Bahasa Inggris saya pun juga semakin berkembang. Terima kasih ACICIS!

Tim LO ACICIS beserta para mahasiswa asing dan dosen-dosen FIABIKOM

Comments

Popular Posts